Jakarta, GPriority.com – Tahun 2022 pandemi Covid-19 mulai merebak di Indonesia. Sejak saat itulahEliminasi Tuberkulosis tidak lagi menjadi fokus perhatian karena sebagian besar sumber daya kesehatan diarahkanuntuk penanganan pandemi.
Dengan terus berlangsungnya pandemi COVID 19 yang belum diketahui kapan berakhir akan menghalangi kesinambungan usaha dalam memerangi Tuberkulosis. Salah satu yang paling terdampak adalah menurunnya case notification rate di Indonesia yang mengindikasikan bahwa dengan semakin sedikit penderita Tuberkulosis yang diperiksa/terdiagnosis maka semakin sedikit
yang diobati, dan semakin tinggi tingkat penularan di masyarakat.
Angka notifikasi ( penemuan dan pengobatan ) kasus Tuberkulosis di Indonesia masih rendah yakni sebesar 384.025 kasus atau 47% dari target yang diharapkan sebesar 85% pada tahun 2020. Masih ada sekitar 53% atau sekitar 439.975 yang belum ternotifikasi baik yang belum terjangkau, belum terdeteksi, maupun yang belum terlaporkan. Selain angka notifikasi yang rendah, angka keberhasilan pengobatan juga belum mencapai target yaitu sebesar 82,7% dari target 90% pada tahun 2020.
Berbekal alasan tersebut, Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) kembali memperingati hari Tuberkulosis Sedunia yang jatuh pada 24 Maret 2022. Dengan mengambil tema “ Investasi untuk Eliminasi Tuberkulosis, Selamatkan Bangsa “, PDPI yakin acara yang digelar secara online via zoom pada hari yang sama bisa kembali menekankan stakeholders agar tetap terlibat dalam eliminasi tuberkulosis.
“Tema ini juga mengartikan bahwa ketika kita menanggulangi Tuberkulosis, sebenarnya kita sedang berinvestasi untuk menyelamatkan bangsa. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia menghimbau kepada seluruh anggota PDPI dan tenaga kesehatan di Indonesia untuk tetap berkomitmen melakukan pemberantasan TBC yang komprehensif selama masa pandemi berlangsung,” jelas Ketua Umum PDPI, DR. Dr. Agus Dwi Susanto, Sp.P(K), FISR, FAPSR.
lebih lanjut dikatakan dr. Agus,aktivitas penemuan kasus di masyarakat harus tetap ditingkatkan berkolaborasi dengan pihak terkait dalam hal penemuan kasus secara aktif-masif. “ Kemungkinan case detection rate yang rendah saat ini terjadi akibat ketakutan masyarakat untuk memeriksakan diri ke fasilitas pelayanan kesehatan selama masa pandemi. Penemuan kasus secara aktif merupakan jalan keluar terbaik untuk saat ini dibandingkan secarapasif menunggu kasus datang ke tempat praktek. Penemuan kasus secara aktif dapat dilakukan bekerjasama dengan Fasyankes tingkat pertama, kader, tokoh agama,pemuka masyarakat, perkumpulan penyakit tertentu ( DM, ODHIV ,CKD, autoimun ),” jelasnya.
Dengan semakin berkembangnya ilmu dan pengetahuan di bidang Penyakit Tuberkulosis, PDPI berkomitmen terus memberikan pelayanan Tuberkulosis paripurna dengan terus mematangkan PUBLIC-PRIVATE MIX dalam rangka peningkatan penemuandan pengobatan kasus di masyarakat.
PDPI terus mengembangkan dan mendukung penanganan Tuberkulosis yang lebih baik dari tingkat pusat dan perifer, pengembangan dan pengadaan alat dan teknologi baru dalam mendeteksi Tuberkulosis. PDPI juga terus melakukan penelitian dalam rangka pengembangan vaksin , obat-obatan Tuberkulosis dan ILTB terbaru untuk dapat direkomendasikan kepada pemerintah guna mencapai target penurunan kasus 17% per tahun.
PDPI sebagai garda terdepan yang berkomitmen untuk berperan aktif dalam menanggulangi penyakit respirasi di Indonesia termasuk Tuberkulosis. PDPI akan terus maju bersama mendukung pemerintah dalam mencapai Indonesia bebas Tuberkulosis tahun 2030.
“Akhir kata, PDPI akan terus berjuang bagi kesehatan bangsa. Mari berjuang bersama. TOSS
TBC!! Temukan dan Obati TBC Sampai Sembuh !!!,” tutup dr.Agus.(Hs.Foto.Humas PDPI)