Tahun Depan, Covid-19 Diperlakukan seperti DBD atau Malaria

Jakarta,GPriority.com-Kabar gembira bagi masyarakat Indonesia, di tahun 2023, pemerintah akan menyamakan penyakit ini dengan DBD maupun malaria.

” Setelah melakukan kajian, penyakit ini jumlah penderitanya semakin menurun termasuk dengan angka kematiannya. Untuk itulah di tahun 2023, kami menyamakannya dengan penyakit DBD dan Malaria,” ucap Menkes Budi Gunadi Sadikin dalam siaran persnya secara virtual, Kamis (25/8/2022).

Menkes Budi berharap, transformasi di bidang layanan kesehatan itu akan membuat semua daerah (provinsi) bisa memberikan layanan yang diperlukan. ‘’Selama ini orang Maluku yang punya penyakit cardiovaskuler harus pasang ring jantung paling dekat di Makassar atau Manado,” ujarnya. Ke depan, kemampuan pelayanan untuk penyakit jantung, stroke, kanker, dan ginjal harus bisa merata di seluruh daerah agar pasien bisa mendapat bantuan dengan biaya lebih mudah.

Berikutnya, Menkes Budi pun mencanangkan transformasi digital dalam manajemen jejak rekam medis pasien, agar dokter bisa lebih mudah mengakses medical records. Pasien bisa berobat ke mana saja, dan dokter mudah mengakses rekam medisnya. Pilar lainnya ialah memperbaiki ekosistem industri kesehatan. Intinya, industri harus didukung agar dapat memproduksi alat-alat kesehatan dan obat-obatan dengan harga yang lebih murah.

Transformasi yang lain ialah menyiapkan tenaga dokter cadangan yang mudah dimobilisasikan jika diperlukan. Ratio dokter atas jumlah penduduk di Indonesia masih njlomplang. Kondisi saat ini, ada 120 ribu dokter praktek untuk 270 juta penduduk. ‘’Menurut standar WHO, harus ada satu dokter per 1.000 penduduk. Kebutuhannya, 270 ribu orang dokter. Yang ada 120.000. Jadi, kita kekurangan 150 ribu dokter,’’ ujar Menkes Budi.

Perlu percepatan pencetakan tenaga dokter. Pasalnya, dari 92 fakultas kedokteran di seluruh tanah air, setiap tahunnya hanya meluluskan 12.000 dokter. Pun, dari sekian lulusan dokter itu, yang dapat ditampung bekerja di puskesmas, klinik, dan rumah sakit terbatas (swasta atau milik negara) sangat terbatas. ‘’Kita rencanakan, nantinya para dokter bisa bekerja di politeknik kesehatan, atau aktif di organisasi sosial seperti pramuka,’’ kata Menkes Budi. Jika situasi mendesak, dokter-dokter itu dapat dikerahkan untuk memberikan layanan kesehatan.

Menkes juga terus merencanakan agar layanan kesehatan bisa terjaga murah. Dibandingkan negara lain, layanan kesehatan di Indonesia tergolong murah. ‘’Dalam penanganan Covid-19, kita termasuk dalam lima negara yang dianggap paling berhasil, dan diakui bisa melakukannya secara efisien,” kata Menkes Budi Gunadi. Anggaran sekitar Rp330 triliun untuk penanganan Covid-19 bagi 270 juta rakyat tergolong murah dibandingkan negara lain.

Dalam layanan kesehatan reguler, secara per kapita saat ini rakyat Indonesia memerlukan anggaran sekitar USD120 per tahun. Output-nya, adalah masyarakat dengan usia (harapan hidup) 72 tahun. Di Malaysia, usia harapan hidup 76 tahun, namun pencapaian itu memerlukan anggaran per kapita USD 436 per tahun. Orang Singapura punya usia harapan hidup 84 tahun (rata-rata), namun pengeluaran per kapita untuk biaya kesehatan mereka mencapai USD2.600 (sekitar Rp39 juta) per tahun.

‘’Kita akan menuju harapan hidup 76 tahun pada lima tahun ke depan, atau 84 tahun pada sepuluh tahun ke depan. Kita harus mengupayakannya, tanpa harus kita mengeluarkan anggaran kesehatan setinggi mereka,’’ tutup Menkes Budi.(Hs.Foto.Humas Kemenkes)