Jakarta, GPriority.com– Pandemi Covid-19 mengubah kebiasaan menggunakan media digital menjadi semakin meningkat. Sekolah, kuliah, bekerja, dan beragam hal lainnya banyak memanfaatkan berbagai platform digital. Tidak jarang orang berkutat dengan media digital dari pagi sampai malam.
Namun, kebiasaan ini perlu diwaspadai karena bisa menimbulkan masalah baru yang disebut digital fatigue.
Dilansir dari laman Hello Sehat, digital fatigue adalah suatu kondisi kelelahan mental dan fisik yang disebabkan oleh pemakaian media digital secara berulang dan terus menerus. Kelelahan ini dapat berujung pada masalah kesehatan fisik dan masalah kesehatan jiwa.
Digital fatigue disebabkan karena interaksi virtual dan digital membutuhkan usaha yang besar bagi otak. Oleh karena itu, apabila interaksi ini dilakukan secara berlebihan dan berkepanjangan maka dapat mengganggu fungsi atau kerja otak menjadi hyper-focused dan overstimulated.
Selain itu, blue light dari media digital yang digunakan secara langsung akan memengaruhi mata dan saraf mata (retina) yang langsung menuju otak. Paparan berlebihan dari blue light bukan hanya berbahaya bagi mata, tetapi juga akan membuat otak lelah.
Posisi tubuh yang salah juga mampu menyebabkan gangguna ini terjadi pada seseorang. Posisi duduk, berbaring, dan kurang pergerakan (sedentary lifestyle) akan membuat peredaran darah tidak lancar, gangguan otot, hingga persendian.
Orang yang mengalami digital fatigue biasanya akan merasakan beberapa kondisi, seperti perasaan lelah, bosan, malas, dengan berbagai kegiatan digital seperti zoom meeting, webinar, media sosial, dan berbagai platform digital lain. Kemudian mata akan terasa sakit, lelah, dan perih. Selanjutnya Sakit kepala dan migraine, serta perasaan nyeri otot leher, bahu, atau panggung.
Pada kasus yang semakin parah orang akan sensitif terhadap cahaya. Kemudian mengalami gangguan untuk fokus, konsentrasi, dan daya ingat. Adapula yang merasa putus asa dan tidak berdaya. Lalu kewalahan menghadapi situasi yang berulang. Badan terasa lemah, lesu, tidak bertenaga, dan malas bergerak, hingga muncul perilaku yang aneh dan tidak wajar.
Lebih lanjut digital fatigue ini dapat berdampak pada kesehatan mental dan bisa menyebabkan gangguan, di antaranya gangguan cemas atau anisietas, depress, dan psikotik atau gangguan dalam menilai realitas.
Meski dapat berdampak cukup ekstrim bagi kesehatan mental, namun masalah ini sebenarnya dapat dicegah dan diatasi dengan membuat jadwal seimbang antara aktivitas digital dan non digital, serta konsisten melakukannya.
Selain itu, kita juga bisa mengurangi paparan blue light yang berlebihan dengan menggunakan filter, kacamata, dan pembatasan durasi melihat layar.
Mengatur postur dan posisi tubuh dengan layar juga sangat penting, serta memberi break setiap beberapa waktu dalam melakukan aktivitas digital.
Yang terpenting adalah ketika diri kita merasakan beberapa gejala digital fatigue yang berkepanjangan hingga mengganggu performa dan aktivitas sehari-hari maka segeralah lakukan detoks digital.
Selain itu, konsultasikan segera ke profesional kesehatan jiwa seperti psikiater, perawat jiwa, psikolog, atau konselor untuk mendapatkan pertolongan. (Vn)