Jakarta, Gpriority.com– Pesawat tanpa awak (drone) kategori Medium Altitude Long Endurance (MALE) Elang Hitam hasil karya anak bangsa harusnya telah terbang perdana pada tahun 2021 dan menjalankan misi kombatan tahun 2025. Sayangnya hingga kini drone yang termasuk program prioritas strategis nasional sesuai Peraturan Presiden nomor 109 tahun 2020 itu belum jelas kapan uji terbang perdana serta peruntukkannya.
Drone Elang Hitam digadang-gadang untuk memperkuat perangkat tempur skuadron TNI-AU. Sebagai kekuatan TNI AU drone Elang hitam diklaim sekelas dengan drone Anka milik Turki, Predator milik AS dan Heron milik Israel. Sejumlah pihak pun bergabung dalam satu konsorsium untuk proyek yang ditargetkan selesai pada tahun 2025. Diantaranya BPPT, PT. DI, PT.Len Industri, LAPAN, Institut Teknologi Bandung (ITB), TNI AU hingga Kementerian Pertahanan (Kemhan). Drone berkategori MALE itu mempunyai panjang 8,30 meter dan lebar sayap 16 meter. Elang Hitam yang dikembangkan sejak tahun 2015 ini konon akan memiliki kemampuan terbang selama 24 jam lebih. Pada tahun 2019, drone elang hitam pertama kali ditampilkan di hangar PT. DI Bandung. Ketika itu konsorsium telah berhasil membuat 1 prototipe dari 5 yang direncanakan.
Belakangan pengembangan drone elang hitam semakin tak jelas peruntukan hingga jadwal terbangnya. Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang kini menjadi leading sector dalam pengembangan riset dan teknologi nasional, termasuk elang hitam konon bakal mengembangkannya untuk keperluan sipil. Menurut Pelaksana tugas Kepala Pusat Teknologi Penerbangan BRIN Agus Aribowo perubahan arah riset dari drone MALE kombatan ke drone MALE sipil perlu dilakukan lantaran BRIN pesimistis spesifikasi militer yang diinginkan TNI AU bakal terpenuhi. Agus khawatir drone MALE yang dikembangkan berbasis riset sebelumnya justru tak terpakai.
Akhmad Farid Widodo, doktor lulusan ITB, mantan Asissten Kepala Insinyur Program MALE Kombatan BPPT menyebut ada banyak persoalan yang bakal muncul karena pergeseran arah riset itu. Diantaranya, drone sipil akan sulit dipasarkan. Apalagi drone sekelas MALE lazim digunakan untuk keperluan militer. Farid juga memperkirakan konsorsium yang dibentuk untuk menggarap proyek itu terancam bubar. Kemenhan dan TNI AU diyakininya bakal keluar konsorsium mengingat spesifikasi drone tak lagi sesuai yang diinginkan. Persoalan sertifikasi dan izin terbang diyakini Farid juga bakal mengganjal pengoperasian drone. Hal itu karena adanya regulasi sipil dalam dunia penerbangan. Persoalan lain yang tak kalah peliknya terkait pergeseran riset itu ialah potensial dipersoalkan secara hukum. Menurutnya rencana pengembangan drone kombatan sudah tertuang dalam Perpres 109/2020. “Pada Perpres jelas disebut sebagai drone kombatan. Ini perubahan terhadap isi Perpres,” jelas Farid.
Disamping peruntukan, drone elang hitam kini dihadapkan pada persoalan jadwal terbang perdana yang bergeser jauh. Menurut jadwal, prototipe drone MALE ini dijadwalkan terbang perdana pada tahun 2020 dan diproyeksikan tuntas mendapatkan sertifikasi produk militer pada tahun 2023. Namun dikarenakan adanya pandemi Covid 19, jadwal terbang perdana Elang Hitam ikut bergeser, pertama disebut akan dilakukan pada Desember 2021, lantas bergeser lagi ke Februari 2022. Hingga kini tak jelas kabar prototipe Elang Hitam tersebut. (PS/dbs)