Jakarta,GPriority.com-Kitab Undang – Undang Hukum Pidana (KHUP) pasal 415, 416 tentang perzinaan menjadi buah bibir masyarakat karena dianggap, negara terlalu mengurusi urusan pribadi seseorang.
Pasal yang tercantum dalam BAB XV Tindak Pidana Kesusilaan tersebut berisi tentang pelarangan seseorang melakukan perzinaan hingga hukuman paling lama 1 tahun atau denda paling banyak kategori II atau 10 juta.
Dianggap kontroversial, berbeda hal dengan penjelasan Majelis Ulama Indonesia yang menilai KHUP ini dapat membenahi moral bangsa.
“Hal itu memang harus diatur dalam perundang-undangan. Zina dan sebagainya memang demikian ada harus dirangkai dalam bentuk ketentuan UU yang menjadi positif,” kata Ikhsan Abdullah Wasekjen Bidang Hukum dan HAM MUI pada (10/12/2022).
Dalam perspekstif agama, Ikhsan menuturkan bahwa zina di semua kitab suci agama juga telah mengatur dan melarang hal tersebut.
“Hukum harus mengatur di depan supaya masyarakat mengikuti ini semua sesuai dengan kaidah kitab semua kitab dari kitab manapun sampai terakhir kitab suci Al-Quran sudah mengatur,” tutur Ikhsan.
Adapun, salah satu tim perumus KUHP, Chairul Huda menjelaskan, dalam produk hukum terbaru itu justru sebenarnya mengembalikan makna sesungguhnya dari pengertian zina itu sendiri.
“Justru kita sedang mengembalikan makna zina itu menurut kesadaran hukum masyarakat yang ada di dalam kamus itu,” Jelas Chairul.
Ramai karena dianggap mengurusi ruang privasi, Chairul menilai “Iya satu sisi kalau hukum hanya mengekor masyarakat. Tapi hukum di sini berdiri di depan, mengarahkan masyarakat bahwa nikah satu-satunya cara melegalkan hubungan seksual. Ini soal perspektif saja.” Tutup Chairul.(Da)