Mengenal Tradisi Berburu Paus Suku Lamalera

Jakarta, GPriority.com – Meskipun hewan paus masuk dalam daftar hewan yang terancam punah, beberapa negara di dunia masih melakukan perburuan terhadap mamalia ini.

Bahkan, Jepang mencabut moratorium perburuan paus yang sudah berjalan selama 30 tahun untuk tujuan komersil, dengan alasan untuk memenuhi kebutuhan pangan.Tidak hanya di Jepang, sebagian wilayah di Indonesia juga masih melakukan tradisi berburu paus ini. Seperti yang dilakukan masyarakat Desa Lamalera di Pulau Lembata, Nusa Tenggara Timur.

Tradisi menangkap paus Suku Lamalera merupakan tradisi tahunan yang telah berlangsung sejak 500 tahun lalu. Diajarkan oleh leluhur dan nenek moyang Suku Lamalera yang merupakan keturunan para pelaut. Tradisi ini menjadi daya tarik bagi para turis domestik maupun internasional yang berkunjung ke Pulau Lembata. Pulau Lembata sendiri berada di antara Gunung Lewotolok, Ililabalekan dan Iliwerung.

Sebelum tradisi ini dimulai, para pemburu paus atau disebut lamafa akan menyiapkan senjata tempuling. Tempuling digunakan untuk menikam paus diperairan. Terbuat dari sebilah bambu atau tongkat dengan bagian ujung diberikan besi runcing dan tajam. Selanjutnya, Lamafa akan berlayar ke tengah laut menggunakan paledang yang didayung bersama-sama. Selama mencari paus, lamafa akan berdiri di ujung perahu atau buritan sambil menggenggam tempuling.

Jika ada paus yang lewat dekat paledang yang mereka naiki, lamafa akan membidik tempuling ke arah paus. Saat perahu sudah mendekati paus dan ada kesempatan, lamafa dengan sigap melemparkan dan menikam paus dengan tempuling. Daging ikan paus yang ditangkap akan dibagikan kepada mereka yang berperan dalam tradisi tersebut. Jumlah daging yang diberikan disesuaikan dengan usaha yang dilakukan masing-masing. Selain itu, minyak yang berada di tubuh ikan paus juga dimanfaatkan sebagai minyak urut, minyak gosok dan bahan bakar lampu templok.

Dalam sejarahnya, penduduk Lamalera pernah menangkap paus dewasa yang memiliki bobot antara 35 ton hingga 57 ton untuk dijadikan sumber pangan seluruh desa selama satu bulan.

Paus yang sering ditangkap oleh masyarakat Lamalera adalah paus sperma (Physeter macrocephalus) atau dikenal penduduk lokal sebagai koteklema. Kini, paus sperma masuk daftar satwa berstatus rentan menurut Daftar Merah IUCN 2018, artinya populasinya di alam menurun.

Selain itu, warga Desa Lamalera juga menangkap lumba-lumba spinner (Stenella longirostris), lumba-lumba hidung botol (Tursiops truncatus), paus pembunuh (Orcinus orca) dan beberapa spesies “blackfish” (misalnya paus pilot sirip pendek Globicephala macrorhynchus) untuk dikonsumsi.

Waktu perayaan tradisi berburu paus terbilang cukup lama sehingga masyarakat menyebutnya sebagai musim berburu paus. Suku Lamalera biasa melaksanakan adat ini setiap tanggal 1 Mei hingga bulan Oktober.

Ditandai dengan perayaan ekaristi atau Misa Lefa di Kapela Santu Petrus yang berada tepat di pantai Lamalera. Meski dimulai pada bulan Mei, namun seremonial perburuan paus yang biasa disebut Tobu Nama Fate sebenarnya sudah dimulai sejak tanggal 29 April.

Tradisi ini sebenarnya banyak dikecam oleh para pecinta hewan karena paus termasuk jenis hewan langka. Meski demikian, Suku Lamalera menilai tidak sembarangan menangkap paus.

Mereka tidak menangkap paus yang masih muda maupun sedang hamil agar jumlah populasi ikan paus yang berada di perairan Lembata tetap terjaga. (Vn.Foto.flobamora)