Mengenal Rumah Xaim Suku Korowai, Dibangun 9 Meter Dari Tanah

Jakarta, GPriority.com – Sejak ditemukan di pedalaman hutan Papua pada tahun 1974, Suku Korowai terkenal akan keunikannya membangun rumah-rumah di atas pohon. Rumah adat yang paling umum, dibangun pada ketinggian 10 hingga 30 kaki di atas permukaan tanah atau sekitar 3 hingga 9 meter. Oleh Suku Korowai rumah jenis ini disebut xaim.

Rumah xaim dibuat di atas tonggak-tonggak dari pohon-pohon berukuran kecil sebagai pancang. Meski ada yang dibangun hingga ketinggian 9 meter, rata-rata rumah jenis ini hanya sekitar 15 kaki atau 4,5 meter.

Selain xaim, orang Korowai memiliki xau, rumah adat yang dibangun hanya satu meter di permukaan tanah atau tidak berpanggung sama sekali. Namun, foto-foto rumah xau ini sangat jarang dipublikasikan. Jumlahnya juga tidak sebanyak rumah xiam.

Adapun rumah jenis ketiga milik Suku Korowai menjadi yang paling menarik perhatian dunia. Rumah adat ini disebut lu-op. Nama lu-op sendiri memiliki arti ‘panjat’. Hal ini karena letaknya berada di ketinggian 15 hingga 35 meter di atas permukaan tanah, sehingga orang Korowai harus memanjat untuk bisa sampai ke rumah lu-op ini.

Suku Korowai sendiri sangat jarang membuat rumah lu-op. Dari 50 rumah baru, biasanya hanya ada satu lu-op. Sementara pada jenis rumah xau terdapat 3 rumah diantara 10 rumah. Xaim menjadi rumah adat Suku Korowai yang paling banyak, 7 dari 10 rumah yang dibangun adalah rumah xaim.

Dikatakan tujuan Suku Korowai membangun rumah-rumah pohon ini adalah untuk menghindari binatang buas dan gangguan roh jahat yang disebut laleo. Konon, laleo berjalan seperti mayat hidup dan berkeliaran di malam hari. Istilah ini juga disematkan untuk semua orang asing yang bukan termasuk Suku Korowai.

Namun demikian, dalam sejarahnya rumah-rumah panjat ini dibuat oleh pemuda Korowai untuk kebutuhan pamer kepada kelompok lain saja. Rumah panjat juga menjadi tempat untuk menikmati pemandangan dari atas pohon dan menyerukan teriakan dari ketinggian. Rumah pohon ini tidak pernah digunakan sebagai hunian.

Orang-orang suku Korowai menempati kawasan hutan sekitar 150 kilometer dari Laut Arafura. Mereka adalah pemburu dan pengumpul yang memiliki keterampilan untuk bertahan hidup. Sebelumnya, Suku Korowai tidak mengetahui adanya manusia lain yang hidup di dunia selain suku mereka. Mereka baru mengenal dan memiliki kontak dengan dunia luar sejak bertemu dengan seorang misionaris Belanda, Johanes Veldhuizen. (Vn.Foto.Istimewa)