Jakarta,GPriority.com – Seren Taun adalah adalah upacara adat panen padi masyarakat Sunda yang dilakukan setiap tahunnya.
Upacara adat ini bertujuan sebagai bentuk rasa syukur masyarakat Sunda yang bekerja sebagai petani. Tradisi ini diramaikan oleh ribuan masyarakat sekitar bahkan dari beberapa daerah di Jawa Barat dan mancanegara.
Beberapa desa adat Sunda yang masih menggelar Seren Taun adalah Desa Cigugur (Kuningan), Desa Ciptagelar (Sukabumi), Desa adat Sindang Barang (Bogor), Desa Kanekes (Banten), dan Kampung Naga (Tasikmalaya).
Sejarah
Menurut catatan sejarah, perayaan Seren Taun sudah dilakukan secara turun-temurun sejak zaman Kerajaan Pajajaran. Upacara ini berawal dari pemuliaan terhadap Nyi Pohaci Sanghyang Asri dalam kepercayaan Sunda kuno.
Masyarakat Sunda kuno memuliakan kekuatan alam yang memberikan kesuburan tanaman dan ternak. Kekuatan alam tersebut diwujudkan sebagai Nyi Pohaci Sanghyang Asri (dewi padi dan kesuburan).
Pasangannya adalah Kuwera (dewa kemakmuran). Keduanya diwujudkan dalam Pare Abah (Padi Ayah) dan Pare Ambu (Padi Ibu) yang melambangkan persatuan laki-laki dan perempuan sebagai simbol kesuburan dan kebahagiaan keluarga.
Seren Taun diselenggarakan selama tujuh hari berturut-turut setiap tanggal 22 bulan Rayagung sistem penanggalan Saka Sunda. Upacara dipusatkan di pendopo Paseban Tri Panca Tunggal, kediaman Pangeran Djatikusumah, yang didirikan tahun 1840.
Prosesi Upacara Seren Taun
Rangkaian ritual upacara Seren Taun berbeda-beda dan beraneka ragam dari satu desa ke desa lainnya, akan tetapi intinya adalah prosesi penyerahan padi hasil panen dari masyarakat kepada ketua adat.
Padi ini kemudian akan dimasukkan ke dalam leuit (lumbung) utama dan lumbung-lumbung pendamping. Pemimpin adat kemudian memberikan indung pare (induk padi/bibit padi) yang sudah diberkati dan dianggap bertuah kepada para pemimpin desa untuk ditanam pada musim tanam berikutnya.
Di beberapa desa, upacara Seren Taun biasanya diawali dengan mengambil air suci dari beberapa sumber air yang dikeramatkan.
Biasanya air yang diambil berasal dari tujuh mata air yang kemudian disatukan dalam satu wadah dan didoakan dan dianggap bertuah dan membawa berkah. Air kemudian dicipratkan kepada setiap orang yang hadir di upacara untuk membawa berkah.
Ritual berikutnya adalah sedekah kue, warga yang hadir berebut mengambil kue di dongdang (pikulan) atau tampah yang dipercaya dapat memberi berkah yang berlimpah bagi yang mendapatkannya.
Kemudian ritual penyembelihan kerbau yang dagingnya dibagikan kepada warga yang tidak mampu dan makan tumpeng bersama. Malamnya diisi dengan pertunjukan wayang golek. (Hn.)