Jakarta, Gpriority.com– Pada April 2022 kita dikejutkan oleh sikap Malaysia yang berniat mendaftarkan Reog ke UNESCO sebagai warisan dan budaya negaranya. Tak tinggal diam, pemerintah pusat dan daerah hingga pegiat seni budaya reog menyampaikan protes hingga berupaya meningkatkan eksistensi reog yang merupakan ciri khas Ponorogo.
Berbicara dalam Festival Nasional Reog Ponorogo (FNRP) XXVII yang digelar pada Rabu (27/7) Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno menegaskan gelaran FNRP XXVII menjadi bukti konkret reog milik Ponorogo dan reog merupakan seni budaya Indonesia. Ia pun mengapresiasi penyelenggaraan FNRP XXVII yang merupakan salah satu rangkaian acara dari kegiatan Grebeg Suro Pemerintah Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur.
Dikatakannya, “Setelah 2 tahun pandemi Covid-19 tidak dilaksanakan, festival ini adalah suatu kebangkitan, motivasi yang berbasis seni budaya tapi tidak meninggalkan akar Ponorogo sebagai kota santri.” Sandi menilai pertunjukan reog selalu mempunyai nilai magis tersendiri. Disamping itu, pertunjukan dari setiap grup reog sangat kolosal dan mempunyai daya tarik, dari musik dan seni pertunjukannya. Apalagi para peserta FNRP XXVII tampak menampilkan upaya terbaiknya demi membangkitkan kesenian budaya Ponorogo.
Pemerintah pusat sendiri, sebutnya, akan mengusulkan Ponorogo menjadi bagian dari The UNESCO Creative Cities Network (UCCN). “Setelah itu (pendaftaran UCCN) kita coba lagi agar reog bisa didorong (terdaftar) sebagai warisan budaya tak benda (UNESCO), karena saya lihat lapangan pekerjaan yang dihasilkan luar biasa,” ujarnya.
Bupati Ponorogo, Sugiri Sancoko yang mendampingi Menparekraf pun berharap reog bisa sesegera mungkin terdaftar sebagai warisan budaya tak benda UNESCO. Terkait itu pihaknya sudah menyiapkan tim untuk menyambut asesor dari UNESCO agar Ponorogo menjadi bagian UCCN. “Inilah reog yang kita ajukan ke UNESCO tempo hari dan kami siap mengawal UCCN sampai tuntas nanti,” cetusnya.
Upaya Malaysia mendaftarkan reog sebagai warisan budaya tak benda ke UNESCO memang di protes berbagai pihak mulai dari pemerhati budaya hingga penggiat seni reog itu sendiri. Penggiat Reog Ponorogo, Agung Priyanto sebelumnya menegaskan tidak ada alasan bagi negara lain untuk mengklaim apalagi mendaftarkan Reog sebagai kesenian milik mereka. Menurutnya, seluruh bukti dan data yang ada jelas menyebut Reog itu asalnya dari Ponorogo. Tidak ada dari daerah lain apalagi dari negara lain.
Sementara itu Pakar Budaya dari Universitas Airlangga Surabaya, Puji Karyanto berharap agar kasus reog menjadi refleksi bagi Indonesia agar tidak abai dengan budaya tradisi. Agar tidak ada kasus serupa ia berpesan agar anak muda zaman sekarang harus merasa memiliki budaya tradisi. Meski begitu para pelaku kebudayaan juga harus beradaptasi dengan zaman, menjadikan budaya tradisi menarik bagi anak muda sekarang. Selanjutnya, pemerintah harus berperan dengan melakukan perlindungan legal terkait warisan kebudayaan tak benda. Dengan begitu tidak bisa diklaim oleh pihak lain. (PS)