Makna Mendalam Dibalik Pelaksanaan Kurban

Jakarta, GPriority.com – Idul Adha yang jatuh setiap tanggal 10 Dzulhijjah adalah hari raya umat Islam yang diperingati dengan cara berkurban atau menyembelih hewan-hewan tertentu yang diperintahkan dalam Al-Qur’an.

Artinya: “Maka laksanakanlah sholat karena Tuhanmu, dan berkurban lah (sebagai ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah).” (QS. Al-Kausar: 2).

Perayaan Idul Adha sebagai hari suci umat muslim memiliki makna yang sangat mendalam terhadap aspek spiritual maupun sosial.

Dalam Al Quran surat As Saffat ayat 102-107, terdapat kisah keteladanan Nabi Ibrahim alaihissalam dan puteranya, Nabi Ismail alaihissalam, yang menjadi awal mula munculnya perintah berkurban.

Artinya: “Maka ketika (anak laki-laki) mencapai (usia) sanggup bekerja dengannya, (Ibrahim) berkata: “Wahai anakku! Sesungguhnya saya bermimpi bahwa saya menyembelih mu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu?” Dia (Ismail) menjawab: “Wahai Ayahku! Lakukan apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu: Insya Allah, Engkau akan menemukanku, termasuk orang yang sabar. Maka ketika keduanya telah berserah diri (kepada Allah), dan dia (Ibrahim) membaringkannya anaknya atas pelisnya (untuk pengorbanan). Lalu kami panggil dia, “Wahai Ibrahim! Sungguh engkau telah memenuhi mimpi itu! ” Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat benar. Sesungguhnya ini benar-benar ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.” (QS. As-Safaat: 102-107).

Dilansir dari NU Online, tradisi penyembelihan hewan qurban sendiri pun akhirnya tiba pada era Nabi Muhammad SAW. Ketika bangsa Arab sudah memeluk agama Islam dan meninggalkan masa jahiliyah, namun bangsa Arab masih ingin melestarikan tradisi menyembelih hewan dan memercikan darahnya ke ka’bah, Allah SWT memberikan teguran atas tujuan tersebut melalui Surah Al-Hajj ayat 36.

Artinya: “Dan unta-unta itu Kami jadikan untuk-mu bagian dari syiar agama Allah, kamu banyak memperoleh kebaikan padanya. Maka sebutlah nama Allah (ketika kamu akan menyembelihnya) dalam keadaan berdiri (dan kaki-kaki telah terikat). Kemudian apabila telah rebah (mati), maka makanlah sebagiannya dan berilah makanlah orang yang merasa cukup dengan apa yang ada padanya (tidak meminta-minta) dan orang yang meminta. Demikianlah Kami tundukkan (unta-unta itu) untukmu, agar kamu bersyukur.” (QS. Al-Hajj:36)

Hal ini sekaligus menegaskan makna perayaan kurban dalam Islam. Pada hakikatnya, penyembelihan kurban menurut Islam adalah ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT atas rezeki seseorang dan pengorbanan pribadi dalam bentuk harta benda dan makanan berharga untuk dengan sesama manusia. Bukan sebagai ritual pengorbanan mendapatkan pertolongan Allah SWT melalui kematian makhluk lain.

Menyembelih hewan ketika Idul Adha dalam dimensi spiritual bermakna sebagai bentuk ibadah untuk mendekatkan diri kepada Alla dan mendapatkan keridhaan-Nya, sedangkan dalam dimensi sosial, berkurban memiliki tujuan berkorban harta benda untuk kebahagiaan orang lain dalam bentuk daging atau makanan kepada sesama manusia.
Berdasarkan Surat Al-Hajj ayat 28, hewan-hewan yang disembelih untuk kurban juga tidak boleh sembarang hewan, melainkan hewan-hewan dari jenis tertentu (hewan ternak) yang telah memenuhi kriteria tertentu untuk disembelih.

Para ulama sepakat, bahwa hewan-hewan yang dimaksud, antara lain domba, unta, sapi atau kerbau, dan kambing.

Domba merupakan hewan yang dalam sejarah peristiwa kurban, ditukar oleh Allah SWT menggantikan tubuh Nabi Ismail yang hendak disembelih. Syaratnya, domba tersebut minimal telah berusia satu tahun atau telah berganti gigi. Jika belum memenuhi kriteria tersebut, maka domba belum boleh dikurbankan.
Hewan unta merupakan hewan yang banyak dijumpai di daerah Arab. Batas usia untuk menjadi hewan kurban adalah lima tahun. Sedangkan untuk kambing, sapi dan kerbau, keduanya boleh dijadikan hewan kurban asalkan sudah berusia dua tahun. (Vn)