Belum Banyak Yang Tahu Ternyata 2 Tokoh Perempuan ini Ikut Melahirkan Pancasila

Jakarta, GPriority.com – Setiap 1 Juni Indonesia memperingati Hari Lahir Pancasila. Hari yang sangat bersejarah itu merupakan buah pikir para pahlawan sehingga Indonesia memiliki Pancasila sebagai dasar negara.

Namun, tidak banyak yang tahu jika dibalik lahirnya Pancasila tidak hanya ada peran dari para founding fathers, melainkan ada dua sosok pahlawan perempuan yang memiliki andil dalam lahirnya Pancasila dan kesetaraan perempuan di Indonesia. Kedua tokoh tersebut adalah Maria Ulfah dan Siti Sukaptinah Soenarjo Mangoenpoespita.

Pancasila pertama kali terbentuk dalam kongres Badan Penyelidik Usaha – Usaha Persiapak Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang berlangsung pada 28 Mei – 1 Juni 1945. BPUPKI terdiri atas 62 anggota, dimana 2 diantaranya adalah perempuan, yaitu Di dalam BPUPKI yang terdiri dari 62 orang, di antaranya ada dua perempuan yaitu Maria Ulfah dan Siti Sukaptinah Soenarjo Mangoenpoespita, yang telah aktif dalam pergerakan sejarah sejak tahun 1920an.

Mereka juga berjasa dalam mengusulkan hak asasi manusia dalam UUD 1945. Maria Ullfah Soebadio Sastrosatomo atau yang kemudian lebih dikenal dengan Maria Ulfah Santoso merupakan puteri seorang politisi yang lahir pada 18 Agustus 1911. Maria merupakan lulusan Universitas Leiden, Belanda pada tahun 1933 sekaligus menjadi perempuan Indonesia pertama yang mendapat gelar sarjana hukum. Selama menempuh pendidikan di Belanda, dia kerap terlibat dalam gerakan nasionalis Indonesia bersama Mohammad Hatta dan Sutan Sjahrir.

Ia juga aktif dalam pergerakan memperjuangkan hak perempuan. Selain itu, Maria juga menjadi pendiri organisasi Isteri Indonesia. Ia menuliskan pikiran kritisnya mengenai berbagai persoalan perempuan, seperti pernikahan paksa dan buruh perempuan. Maria juga memperjuangkan gagasan untuk mendukung perempuan duduk di parlemen dan dewan – dewan kota.

Hasilnya, pada tahun 1947 Maria menjadi pembuka jalan bagi perempuan anggota kabinet lainnya, termasuk S. K. Trimurti dan menerima sejumlah penghargaan dari pemerintah Indonesia atas aktivitasnya. Undang-undang perkawinan yang baru terwujud tahun 1974 merupakan salah satu buah dari perjuangan Maria.

Sementara, kawan Maria, Siti Sukaptinah Soenarjo Mangoenpoespito pernah menjadi abdi dalem Keraton Yogyakarta. Ia turut memberi sumbangsih untuk mematangkan falsafah negara Indonesia. Siti Sukaptinah pernah menjadi guru di Taman Siswa dan aktif dalam organisasi Jong Islamieten Bond Dames Afdeling (JIBDA). JIBDA merupakan divisi perempuan dari organisasi Jong Islamieten Bond yang berdiri tahun 1925. Sukaptinah terlibat dalam Kongres Perempuan I sampai IV, memimpin kantor bagian Wanita Putera, dan ketua Fujinkai Pusat (organisasi perempuan zaman Jepang).

Ia juga pernah menuntut “Indonesia Berparlemen” kepada pemerintah Hindia Belanda. Dalam sidang BPUPKI terdapat pembagian panitia berdasarkan cakupan pembahasan yang terbagi menjadi tiga bagian, yakni Panitia Pertama yang membahas tentang UUD dan Perumusan Undang-Undang. Panitia Kedua, membahas tentang urusan ekonomi dan keuangan dan Panitia Ketiga membahas mengenai pembinaan Tanah Air. Maria Ulfah masuk dalam Panitia Ketiga, sedangkan Siti Sukaptinah masuk menjadi anggota Panitia Ketiga Kongres BPUPKI membahasa mengenai berbagai persoalan terkait persiapan kemerdekaan dan pembentukan negara.

Pada kongres pertama, dibahas mengenai bentuk negara dan luas wilayah. Dalam sidang kedua BPUPKI, membahas tentang kebebasan beragama dan tentang hak asasi manusia. Maria mengusulkan agar mencantumkan hak – hak dasar manusia, termasuk persamaan hak antara laki – laki dan perempuan ke dalam UUD. Maria kemudian menjadi menteri perempuan pertama dalam Kabinet Sutan Sjahrir. Usulan Maria terntang persamaan hak kemudian diterima dan menjadi Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 tentang kesetaraan warga negara di hadapan hukum. Tidak disangka, selama ini Indonesia juga telah berhutang banyak kepada jasa para pahlawan, bukan hanya laki – laki tapi pahlawan-pahlawan perempuan juga memiliki andil besar dalam memperjuangkan Kemerdekaan Republik Indonesia serta hak akan kesetaraan dalam membangun negeri ini. (Vn)